NASKAH TEATER KARYA RONY MANSYUR (TEATER NOL BANTEN)
Surat Cinta Jumadil dan Tanah Leluhurnya
Penulis Naskah : Rony Mansyur
2012
·
Jumadil terlelap tidur
·
Sadrah merapikan gerabah
·
Merapikan pakaian yang menumpuk (pakaian
sekolah)
·
Asep keluar, interaksi dengan Sadrah
·
Sadrah menggoda membangunkan Jumadil yang susah
di bangunkan. Lalu dikagetkan menggebrak (amben)
Sadrah : sebul! Si akang sebul!!
Jumadil : gusti (kaget tersentak ke belakang)
Sadrah : Gusti Allah maksudmu?
Jumadil : yaiyalah gusti Allah....
Sadrah :
gusti Allah itu benci sama orang-orang yang pemalas, orang-orang yang tak
banyak bersyukur, yang sering menyia-nyiakan hidupnya membuang waktu dengan
percuma, yang tidak memanfaatkan ten...........
Jumadil :
(memotong ucapan dan menempelkan jarinya pada bibir Sadrah) stttt, Sadrah
isteriku, sayangku, pujaan hatiku, yang cantik, baik, yang imut (memandang dan
menggoda) ck ck..
Buatkan
aku secangkir kopi dong? Ada?
Sadrah : ada
banyak..(menahan kesal dengan senyum)
Jumadil :
MANTAP!
Sadrah : di
warung?
Jumadil : di
warung?
Sadrah : ya!
di warung! Di warung mang Nday, di warung mama Ciamis, di warung Hj. Ratam, di
waru.....
Jumadil :
(stttt) sudah, sudah... aku tahu. Aku tahu sadrah bahwa hidup kita dalam
ketiadaan. Kita ini miskin, iyakan? Sampai secangkir kopi di pagi hari pun
tiada.
Sadrah :
“sepagi ini katamu?” HEUH... (menjewer telinga Jumadil membawa ke depan) lihat
suamiku yang ganteng, lihat disana, matahari sudah setinggi tiang jemuran, pagi
apanya?
Jumadil :
(mengusap telinga kesakitan). Sadrah, ku biarkan kau bekerja, membuat
gerabah-gerabah itu, agar kau sebagai perempuan punya kehormatan. Tapi aku ini
suamimu, masa di jewer-jewer begini, berikan sedikit rasa hormat mu padaku my
darling.. Jumadil juga manusia. (menepuk dada)
(sadrah
kembali ke tempat gerabah, sambil kesal membanting tanah liat itu. Dan jumadil
termenung)
Japra :
sudah-sudah masih pagi ribu-ribut (seorang bujang gagu)
Jumadil : aku
semalam mimpi, mimpi buruk sekali.
Sadrah :
“itu syair lagu” lagu dangdut.
Jumadil : aku
serius, dalam mimpiku. Awalnya aku di serang oleh si japra, kemudian aku di
serang oleh ular-ular yang sangat besar sekali. Ular itu penuh nafsu angkara,
menyiksaku, lalu angin besar datang merusak semua yang ada, seperti badai.
Kemudian aku tak sadarkan diri, ya tergeletak.
Sadrah : hmm
berlebihan, lebayyy
Jumadil : itu
petanda Sadrah, itu firasat. Bukankah ular dalam mimpi itu petanda buruk!?
Sadrah :
yang jadi petanda buruk adalah sudah siang hari seperti ini aku belum masak
apa-apa.
Jumadil :
heuh, jelas saja kau belum masak. kau sibuk dengan kendi-kendi gerabahmu itu...
Sadrah : aku
belum masak karena tidak ada yang bisa aku masak (HEUH... pergi ke dapur
membawa bakul kosong/asepan) yeuh tingali kang, kosong! Kosongkan?
(jumadil
menepuk jidat, lalu duduk di atas amben
Jumadil :
Asep?
Sadrah :
keputusan kita (tegas sedikit sinis)
Jumadil : jadi
berhenti sekolah? (tanya melas)
Sadrah : mau
apalagi kang?
Itu
keputusan kita!
Jumadil :
tidak adakah jalan lain?
Sadrah :
ada!
Jumadil : apa?
Sadrah :
kau!
Jumadil : aku?
Kenapa?
Sadrah :
bekerja, kau harus bekerja!!
(jumadil menghela nafas, mengabil golek)
Jumadil : “kau
pikir, aku mendongeng, bermain ubrug, keliling pentas dari kampung ke kampung
itu bukan pekerjaan Sadrah?
Sadrah :
dulu mungkin iya, tapi lihat sekarang kang, orang-orang yang hajat pesta
pernikahan atau sunatan semua sudah menanggap dangdut! Sepertinya pertunjukan
topengmu sudah tidak laku lagi, iya kan???
(termenung, )
Jumadil : aku
ini hanya lulusan SD Sadrah, pernah masuk SMP tapi tak pernah sampai tamat,
berhenti ditengah jalan, karena dulu bapak sering mengajaku bermain ubrug, ikut
pentas keliling dari kampung ke kampung. Bapak bilang, aku mesti meneruskan
pekerjaan bapak, melestarikan kesenian rakyat ini, ya bermain ubrug!
(menghela
nafas)
Sama
sepertimu, (meyakinkan) kau membuat gerabah itu karena orang tua mu pun dulu
begitu bukan? Iya kan? Kau coba meneruskan apa yang pernah dikerjakan oleh
orang tua mu dulu. Bukan begitu Sadrah?
Japra :
malah curhat suami isteri ini
Sadrah : dulu aku sempat ingin jadi TKW (nada
cepat). Tapi akang melarangku iya kan?
Jumadil : hah
TKW, mau mati disana, mau jadi disiksa, aku tak ingin Asep anak kita jadi
piatu! Aku tak ingin hidup kesepian, aku tak ingin kehilangan kau Sadrah?
Sadrah : hmm
gombal (melempar tanah liat)
(jumadil mengambil tanah, menciumnya)
Jumadil :
wangi tanah ini seperti wangi surga di rumah kita, wangi tanah inilah yang
membuat bangsa Jerman menjajah kita!
Sadrah : hmm
si akang, dasar lulusan SD!
Bangsa
Jerman tidak pernah menjajah kita kang..
Jumadil : nu
bener nyai?
“itulah
kenapa aku tak ingin Asep sampai tidak bersekolah, agar tidak bodoh seperti
kita, agar mudah punya pekerjaan, di hormati orang.
Sadrah :
akang bukan bodoh sampai tidak punya pekerjaan, akang mah males. Sebul
sebuuulll!!
Jumadil :
sebul juga tapi kau suka kan?
Hmmm
akanglah yang bisa meluluhkan hati Nyai. Nyai Sadrah si kembang desa
Japra :
astagfirullah
Jumadil : weh
dusun sia, assalamualaikum dulu baru masuk. Kumaha sih Japra.
Japra :
punten, maaf atuh dil. So so so sori. Assalamualaikum.
(menjawab salam)
Sadrah : aya
naon Japra? Ada apa sampe ngos-ngosan kitu...
Japra :
gawat nyai, gawat! Bahaya besar! Tadi di kantor desa saya
lihat beberapa orang datang dengan mobil mewah, pakaiannya rapih, pasti mereka
dari kota.
Jumadil : mau
apa mereka?
Japra :
saya belum selesai cerita dil, sabar. Kieu yeuh kieu. Yang saya amati
sepertinya orang-orang kota itu bos-bos besar, mereka seperti membicarakan
(berpikir sedikit), sesuatu tentang pabrik! Atau apalah rada teu ngarti. Yang
pasti mah intinya orang-orang itu minta kepada ketuia desa untuk bisa
mempengaruhi penduduk kampung ini. Ya seperti kita ini. Agar mau menjual
tanahnya kepada mereka.
Eleuh
jadi pada bengong begitu... ikut mikir atuh.!!
S dan J :
Kita juga sedang mikir!
Japra :
eleuh-elueh suami isteri satu hati...
Japra :
jadi bagaimana?
Japra :
bagaimana apanya Japra?
Next .....
Comments
Post a Comment