Wawancara Seni Ebeg
Wawancara Seni Ebeg Kampung Sengkol Rt.02/08 Dusun Ciokong Desa Sukaresik Kec. Sidamulih Kab. Pangandaran
Narasumber: Pak Rohmat (Pimpinan Seni Ebeg)
Penulis: Badrussalam
Seni Kuda Lumping Sekar Wijoyo Jati inilah nama salah satu grup kesenian yang ada di desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Pangandaran. Lebih di kenal oleh masyarakat Pangandaran yaitu seni Ebeg atau Seni Kuda Lumping. Tidak lama lagi nama grup Sekar Wijoyo Jati akan di ganti dengan nama lain, yaitu Sekar Wahyu Talaga Putih yang akan di resmikan pada akhir bulan September 2017 ini (2017:09). Alasan mengapa adanya pergantian nama, karena jika masih menggunakan nama Sekar Wijoyo Jati itu artinya semua beban akan di tanggung oleh pak Rohmat sendiri, karena memang nama itu adalah nama penyebutan atau gelar untuk beliau ketika di perguruannya. Seakan-akan saya sendiri yang memanggul, orang-orang gabisa membantu ‘pak Rohmat’. Alasan lain yaitu, memang terlalu besar dan berat meminggul nama itu sendirian, sementara ini adalah tanggung jawab bersama grup, bukan perindividu. Jika menggunakan nama Sekar Wahyu Talaga Putih, nama ini adalah nama yang bisa di sebut global, daerah atau umum. Jadi semua bisa terlibat, khususnya desa Sukaresik sendiri. Informasi asal usul mengapa mengambil nama itu adalah ;talaga putih di ambil dari di daerah Batu Hiu kisah pangeran prabu Kenter, ini sifatnya hanya simbolis saja. Begitu ucapan sumber. Selain itu, Seni Ebeg Sekar Wijoyo Jati lahir masih terhitung muda yaitu pada bulan September 2014. Sudah kurang lebih tiga tahun berdiri. Yang melatar belakangi mengapa kesenian Ebeg di dusun Ciokong ini lahir karena sosok pak Rahmat tersebut dulunya yaitu pemain Ebeg disebuah sanggar. Karena sudah terlalu penuh di sanggar tersebut. Maka pulanglah pak Rohmat ke tempat tinggalnya, kemubeliaun di buatlah grup seni Ebeg Sekar Wijoyo ini. Hal lain yang memang menjadi sejarah adalah pemberian akses atau jalan dari pihak pemerintah desa sendiri sudah mencatatkan di profil desa bahwa terdapatnya seni Ebeg di desa Sukaresik ini. Padahal sebenarnya tidak ada, belum ada wujudnya atau sanggarnya belum terbentuk. Dari peran seorang bapak Kuwu inilah lahirnya sanggar Ebeg yang sebelumnya di permusyawarahkan terlebih dahulu dengan pihak yang bersangkutan.
Kemubeliaun Seni Ebeg Sekar Wijoyo Jati pertama kali pentas pada acara khitanan putra ke-2 bapak Kuwu (Lurah) yang bertempat di Poncol Waru Dusun Cipari, tepatnya di kebeliauman Pak Kuwu sendiri. Dari pelaku seni sendiri, sebenarnya untuk pemain dan penari bebas usia berapapun bisa ikut dan gabung. Tetapi yang tercatat saat ini adalah pemain seni ebeg yang tugasnya menari terdapat anak SD kelas enam, SMP kelas 1, dan SMK kelas 1, yang lainnya lulusan SMK. Kebanyakan untuk penari adalah anak-anak remaja. Lain dari pada penabuh atau wiyaga/nayaga ebeg sendiri sudah sepuh-sepuh. Di lihat dari segi atau bentuk pertunjukan secara keseluruhan seni Ebeg yaitu di bagian awal pembukaan, artinya salam kepada luluhur, kepada aulia, meminta izin atau doa restu. Setelah itu baru kita narik/mengambil karomah-karomah atau pertolongan aulia, lengkap dengan sesajen. Untuk lagu pembuka/lagu wajib oarng-orang biasanya meminta lagu Dengkleung, kalua di Jawa lagu Manyar Sewu, kemubeliaun naik ke lagu sigro-sigro, ricik-ricik, eling-eling. Lagu-lagu tersebut untuk tarian. Beda dengan janturan/hadiran. Ketika semua pemain mendem, lagu-laguannya bermacam-macam, apa saja bebas. Itulah pada bagian isi seni Ebeg yaitu pada mendem/kesurupan. Dan pada pamungkas atau penutupan di tutup dengan lelucon-lelucon yag dilakukan oleh pemain/penari Ebeg tersebut dengan kondisi setengah sadar. Tujuannya adalah untuk menarik, mengajak, penonton supaya terkesan, terkesima melihat penampilan-penampilan yang sudah terjadi.
Comments
Post a Comment